Anggaran Riau Dipangkas Rp1,2 Triliun, Gubernur Abdul Wahid Siap Temui Menkeu Bahas Dampaknya

Gubernur Riau Abdul Wahid - Antara - --
RIAU, DISWAY.ID — Pemerintah Provinsi (Pemprov) RIAU tengah menghadapi tantangan besar setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memangkas dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp1,2 triliun. Pemangkasan ini membuat Gubernur RIAU, Abdul Wahid, harus bergerak cepat menyesuaikan kebutuhan daerah agar roda pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan lancar.
RIAU Kena Dampak Pemotongan TKD, Bengkalis Jadi yang Terparah
Dalam keterangannya di Pekanbaru, Kamis (9/10/2025), Abdul Wahid menjelaskan bahwa pemotongan TKD ini tidak hanya berdampak di tingkat provinsi, tapi juga meluas ke kabupaten dan kota. “Kalau di provinsi itu dipotong TKD Rp1,2 triliun. Kalau di kabupaten/kota rata-rata ada Rp300-400 miliar, yang paling besar terdampak yakni Bengkalis,” jelas Wahid.
Menurutnya, pemotongan TKD mencakup berbagai komponen penting, seperti dana bagi hasil (DBH) dan dana pajak. Hal ini tentu akan memengaruhi stabilitas fiskal daerah dan berpotensi mengganggu program-program prioritas pemerintah daerah.
Gaji ASN dan PPPK Terancam Terkoreksi
Abdul Wahid tidak menampik bahwa kebijakan ini berimbas langsung pada struktur belanja pegawai. Ia menyebut, dengan berkurangnya TKD, daerah perlu melakukan koreksi pada pengeluaran untuk gaji aparatur sipil negara (ASN), pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), bahkan tenaga honorer yang belum terdata.
“Dengan kondisi ini, kami harus menyesuaikan kembali perencanaan keuangan agar pelayanan publik tidak terganggu, meski ada koreksi di belanja pegawai,” ujarnya. Wahid juga menegaskan bahwa pemerintah provinsi tidak akan tinggal diam. Ia berencana mengundang seluruh bupati dan wali kota se-Riau untuk membahas solusi bersama.
Gubernur Riau Siap Temui Menteri Keuangan
Tidak hanya itu, Wahid menuturkan bahwa ia bersama para kepala daerah akan menemui Menteri Keuangan untuk membicarakan persoalan ini secara langsung. “Kami akan bersama-sama menyampaikan aspirasi ke pusat, agar kebijakan ini tidak menimbulkan gejolak di daerah,” kata Wahid.
Ia menambahkan bahwa beberapa gubernur sebelumnya juga telah melakukan pertemuan dengan Menkeu Purbaya pada Selasa (7/10). “Itu hal yang wajar dan memang sangat urgen. Saya juga sudah berkomunikasi dengan Menteri Purbaya dan beliau sudah memberikan penjelasan,” ungkapnya.
APPSI Ungkap Kekhawatiran Daerah
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) yang juga Gubernur Jambi, Al Haris, menyampaikan kekhawatiran serupa. Menurutnya, penurunan TKD membuat banyak daerah kesulitan menjaga keseimbangan keuangan.
“Dengan TKD yang menurun drastis, daerah pasti merasakan dampaknya. Ada yang kesulitan membayar Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP) pegawai, ada juga yang kewalahan menanggung belanja operasional, termasuk pembayaran PPPK,” jelas Haris dalam keterangannya di Jakarta.
Daerah Perlu Langkah Adaptif dan Sinergi dengan Pusat
Situasi ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah perlu mengambil langkah adaptif dan memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat. Menurut Haris, koordinasi yang baik sangat penting agar kebijakan fiskal nasional tidak berdampak buruk pada layanan publik di daerah.
Abdul Wahid pun sependapat. Ia menilai, komunikasi dua arah antara daerah dan Kemenkeu harus terus dijaga. “Daerah punya kompleksitas keuangan sendiri. Jadi perlu pemahaman bersama agar kebijakan pusat tidak mengganggu stabilitas daerah,” ujarnya.
Menanti Solusi dari Pusat
Saat ini, Pemprov Riau masih menunggu langkah konkret dari Kemenkeu terkait penyesuaian TKD. Namun, Abdul Wahid memastikan bahwa pemerintah daerah tetap fokus menjaga keberlanjutan layanan publik, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
“Kita berharap ada ruang negosiasi agar kebijakan pemotongan ini tidak terlalu memberatkan. Prinsipnya, kami ingin memastikan masyarakat tetap mendapatkan pelayanan terbaik,” tutup Wahid.
Kebijakan pemangkasan TKD memang menjadi ujian besar bagi banyak daerah di Indonesia. Dengan kolaborasi dan komunikasi yang intens antara pusat dan daerah, diharapkan setiap kebijakan bisa berjalan lebih adil tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat. (ANT)
Sumber: