Akses Jalan Jadi Penentu Cepat Lambatnya Pemulihan Listrik Pascabencana di Aceh dan Sumatera
Kondisi jembatan rusak pascabencana - Dok. Kementerian PU - --
RIAU, DISWAY.ID - Pemulihan listrik pascabencana kembali menjadi sorotan. Di tengah berbagai upaya percepatan yang dilakukan negara, hambatan utama justru muncul dari persoalan klasik: akses jalan menuju infrastruktur kelistrikan. Kondisi ini paling terasa di wilayah rawan bencana seperti Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
Pengamat Kebijakan Energi sekaligus Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria, menilai kerusakan jaringan listrik bukan satu-satunya penyebab lambatnya pemulihan. Menurutnya, tertutupnya akses jalan menuju gardu, jaringan distribusi, hingga transmisi listrik menjadi faktor krusial yang kerap luput dari perhatian.
“Di lapangan, petugas PLN sebenarnya sudah siap. Material ada, peralatan lengkap, dan sumber daya manusia tersedia. Namun semua itu tidak efektif ketika akses jalan menuju lokasi terdampak hancur atau tidak bisa dilalui,” ujar Sofyano Zakaria, Rabu, 17 Desember 2025.
Listrik Bukan Sekadar Fasilitas Tambahan
Sofyano menegaskan listrik bukan lagi fasilitas pendukung dalam situasi bencana. Ia menempatkan listrik sebagai kebutuhan dasar yang menentukan keberlangsungan layanan publik dan aktivitas masyarakat.
“Tanpa listrik, layanan kesehatan terganggu, komunikasi lumpuh, distribusi air bersih tersendat, dan roda ekonomi berhenti total. Karena itu, pemulihan listrik harus sejajar dengan penanganan darurat bencana,” kata Sofyano.
Ia menilai negara tidak boleh membiarkan masyarakat berlama-lama hidup tanpa listrik hanya karena jalur logistik menuju infrastruktur kelistrikan tidak tersedia. Menurutnya, persoalan ini sudah masuk ranah kebijakan publik, bukan sekadar masalah teknis operasional.
Wilayah Rawan Bencana Perlu Jalur Khusus Kelistrikan
Kondisi geografis Aceh dan Sumatera Barat yang rawan banjir, longsor, hingga gempa seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah pusat dan daerah. Sofyano menilai, ketersediaan akses jalan permanen maupun jalur darurat menuju aset kelistrikan PLN perlu masuk dalam perencanaan utama.
“Jika kebijakan ini tidak dibangun sejak awal, maka kejadian serupa akan terus berulang setiap kali bencana datang,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa keterlambatan pemulihan listrik bukan kegagalan PLN. Petugas di lapangan, menurut Sofyano, sering bekerja dalam kondisi ekstrem dan penuh risiko. Namun tanpa dukungan infrastruktur jalan, percepatan pemulihan hampir mustahil tercapai.
Perlu Sinergi Lintas Sektor
Untuk memutus rantai persoalan ini, Sofyano mendorong sinergi lintas sektor. Ia menyebut Kementerian PUPR, BNPB, pemerintah daerah, dan PLN perlu duduk bersama menjadikan akses jalan menuju infrastruktur listrik sebagai bagian dari sistem ketahanan energi nasional.
“Pembangunan akses jalan jangan hanya berorientasi ekonomi. Aspek keselamatan dan keberlanjutan layanan publik harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Menurut Sofyano, keseriusan pemerintah dalam mempercepat pemulihan pascabencana harus tercermin dari kebijakan konkret. Pembukaan dan perbaikan akses jalan tidak boleh berhenti sebagai respons sementara, melainkan menjadi agenda prioritas jangka panjang.
Simbol Kehadiran Negara
Sofyano menutup pandangannya dengan penekanan kuat soal peran negara. Pemulihan listrik yang cepat, kata dia, merupakan simbol nyata kehadiran negara di tengah krisis.
“Kehadiran negara hanya terasa jika akses jalan dibuka dan diperbaiki secara sistematis dan berkelanjutan. Tanpa itu, masyarakat akan terus menanggung ketiadaan listrik dan muncul anggapan negara gagal hadir secara utuh,” pungkas Sofyano Zakaria. (*)
Sumber: