HILANG NYAWA! Siswa SD di Pekanbaru Meninggal Dunia Setelah Diduga Dihajar Bullying, Kronologi Bikin Nyesek!
Ilustrasi Bullying--
RIAU, DISWAY.ID – Dunia pendidikan Pekanbaru sedang diguncang tragedi memilukan. Dugaan perundungan (bullying) brutal menimpa MA, seorang siswa kelas VI di SDN 108 Tengkerang Labuai, Pekanbaru, yang berujung pada kematian. Kasus ini kini menjadi sorotan tajam publik, memicu pertanyaan besar mengenai keamanan di lingkungan sekolah.
Ketua Tim Advokat Pejuang Keadilan (TAPAK) Riau, Suroto, membeberkan perkembangan terbaru dan secara tegas membela kebenaran versi keluarga korban. Suroto memastikan bahwa kronologi yang selama ini disampaikan oleh keluarga bukanlah isapan jempol, melainkan peristiwa sebenarnya yang harus diketahui semua pihak.
“Jadi itulah kronologi yang sebenarnya disampaikan oleh keluarga korban. Nah, kalau ditanyakan apakah anak orang tua ini meninggal karena dibully, saya mau menyampaikan bahwa anak kedua orang tua ini meninggal setelah dibully,” ujar Suroto dikutip Selasa (25/11/2025). Pernyataan Suroto ini sangat jelas, menghubungkan langsung tindakan perundungan dengan nasib tragis sang siswa.
Kronologi Mengerikan: Tendangan yang Berujung Kelumpuhan
Berdasarkan keterangan yang diperoleh TAPAK dari keluarga korban, insiden brutal ini bermula pada hari Kamis. Kala itu, kepala korban diduga ditendang dengan keras oleh teman sekelasnya di lingkungan sekolah. Tendangan yang dianggap sepele oleh banyak pihak ini ternyata membawa dampak yang sangat fatal.
Kondisi MA memburuk secara drastis keesokan harinya, Jumat. Sang siswa dilaporkan mulai mengalami kelumpuhan, sebuah kondisi yang mengejutkan dan mengkhawatirkan. Kelumpuhan ini menjadi penanda kerusakan serius yang dialaminya. Beberapa hari kemudian, setelah berjuang melawan kondisi kritisnya, MA menghembuskan napas terakhirnya.
“Faktanya hari Kamis kepalanya ditendang, Jumat dia lumpuh, berapa hari berikutnya dia meninggal dunia. Jadi, meninggal dunia setelah dibully. Itu penyampaian dari kami,” jelas Suroto. Urutan kejadian yang terperinci ini menunjukkan bahwa trauma fisik akibat perundungan memiliki peran besar dalam kematian siswa malang tersebut.
Dilema Keluarga: Autopsi vs Ketegaran Emosional
Meskipun memiliki bukti kronologis yang kuat, TAPAK mengungkapkan dilema besar yang kini dihadapi keluarga korban. Keluarga hingga kini belum memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum pidana. Alasannya sangat manusiawi dan mengharukan.
Proses hukum, seperti yang diketahui, akan berujung pada autopsi untuk menentukan penyebab pasti kematian. Inilah poin yang sangat berat secara emosional bagi keluarga yang sedang berduka. Mereka tidak tega harus membongkar makam anaknya dan melihat jasadnya diperiksa secara invasif.
“Jadi gini, terkait dengan upaya hukum, keluarga menyampaikan sejauh ini belum terpikir sampai ke sana. Karena mereka juga tahu kalau kita melakukan upaya hukum, maka prosesnya adalah autopsi. Mereka tidak tega kuburan anaknya dibongkar dan badannya mungkin dibelah, mereka tidak tega untuk itu,” kata Suroto, menjelaskan beban psikologis yang dialami orang tua.
Tuntutan Terakhir: Menunggu Itikad Baik Sekolah dan Pelaku
Saat ini, keluarga korban memilih untuk bersikap pasif, menunggu adanya itikad baik dari berbagai pihak terkait. Mereka mengharapkan adanya kepedulian tulus dan pengakuan yang dapat sedikit mengobati rasa kehilangan yang sangat mendalam.
Pihak-pihak yang diharapkan menunjukkan tanggung jawab moral ini meliputi:
- Orang tua murid yang diduga sebagai pelaku perundungan.
- Pihak sekolah SDN 108 Tengkerang Labuai.
- Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru.
Keluarga berharap pihak-pihak ini menunjukkan upaya nyata untuk menghibur hati mereka. “Mereka sekarang menunggu itikad dari orang tua murid yang diduga anak sebagai pelaku, menunggu itikad dari sekolah dan dinas. Bagaimana menghibur hati mereka agar bisa terobati,” pungkas Suroto.
Suroto menutup dengan peringatan: Jika tidak ada itikad baik yang datang, TAPAK Riau tidak tahu apakah keluarga akhirnya akan mengambil keputusan untuk memproses kasus ini secara hukum. Tekanan moral kini berada di pundak para pihak yang bertanggung jawab di Pekanbaru. Kasus ini menjadi panggilan darurat bagi semua sekolah di Indonesia untuk meninjau ulang protokol anti-perundungan mereka dan menjamin setiap siswa aman dari kekerasan. (*)
Sumber: