Saksi Ahli Tegaskan Patok Kayu Pekerja PT WKM Tak Langgar Aturan Kehutanan

Saksi Ahli Tegaskan Patok Kayu Pekerja PT WKM Tak Langgar Aturan Kehutanan

Saksi ahli kehutanan menyebut patok kayu yang dipasang dua pekerja PT WKM tidak melanggar aturan karena tidak berinisial dan sesuai prosedur kawasan hutan--

RIAU, DISWAY.ID– Sidang lanjutan kasus sengketa lahan antara PT Wana Kencana Mineral (PT WKM) dan pihak pelapor kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam sidang kesembilan tersebut, saksi ahli dari bidang kehutanan memberikan keterangan yang dinilai penting untuk mengurai polemik mengenai patok kayu yang dipasang dua pekerja perusahaan, Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang.

saksi ahli Jelaskan Aturan Soal Patok di Kawasan Hutan

Saksi ahli kehutanan, Anton Cahyo Nugroho dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) VI Manado, menjelaskan bahwa larangan memasang patok di kawasan hutan tidak berlaku untuk semua jenis patok. Menurutnya, regulasi hanya melarang pemasangan patok yang berinisial atau dipasang tanpa izin resmi dari Kementerian Kehutanan.

“Yang tidak diperbolehkan adalah patok batas dalam kawasan hutan yang berinisial perusahaan, baik itu dari bahan kayu, paralon, maupun beton, jika tidak mendapat izin dari Menteri Kehutanan,” terang Anton di hadapan majelis hakim, Rabu (15/10/2025) sore.

Patok Kayu PT WKM Tidak Masuk Kategori Terlarang

Anton menambahkan, setelah melihat bukti foto patok kayu yang dipasang Awwab dan Marsel, dirinya menilai patok tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang. Bentuk dan cirinya berbeda dengan patok resmi batas kawasan hutan yang diatur dalam regulasi pemerintah.

“Berdasarkan pengamatan saya terhadap foto yang ditampilkan di persidangan, patok itu tidak termasuk jenis patok yang dilarang dalam kawasan hutan,” tegas Anton.

Tindakan Pekerja Didasarkan pada Upaya Pengamanan Lahan

Keterangan saksi ahli tersebut menjadi sorotan penting dalam kasus yang menyeret dua karyawan PT WKM. Awal perkara ini muncul setelah keduanya memasang beberapa patok kayu di area yang diklaim sebagai wilayah operasional perusahaan. Aksi itu dilakukan untuk mencegah masuknya pihak lain yang dianggap beraktivitas tanpa izin di atas lahan tersebut.

Pihak PT WKM sebelumnya menyatakan bahwa pemasangan patok dilakukan semata-mata untuk menandai batas area kerja dan mencegah perambahan, bukan untuk mengklaim kawasan hutan. Namun, tindakan itu kemudian dilaporkan sebagai pelanggaran terhadap peraturan kehutanan.

Persidangan Ungkap Fakta Baru Soal Definisi Patok Ilegal

Keterangan Anton membuka pemahaman baru mengenai batasan definisi “patok ilegal”. Ia menekankan bahwa setiap tindakan di kawasan hutan harus dilihat secara kontekstual, termasuk tujuan pemasangan dan keberadaan izin dari otoritas terkait. Dalam kasus PT WKM, tidak ditemukan adanya indikasi bahwa patok tersebut berfungsi untuk menguasai kawasan hutan negara.

“Selama tidak ada inisial perusahaan dan tidak bertujuan menetapkan batas kawasan hutan negara, maka itu bukan pelanggaran,” ujar Anton menegaskan.

Implikasi bagi Penegakan Hukum dan Pengelolaan Lahan

Pernyataan saksi ahli ini menandai pentingnya kehati-hatian dalam menafsirkan pelanggaran kehutanan. Di sisi lain, kasus ini menjadi refleksi atas perlunya sinergi antara perusahaan tambang dan instansi kehutanan agar tidak terjadi tumpang tindih lahan. Transparansi dan komunikasi yang baik diharapkan dapat mencegah persoalan serupa di masa depan.

Bagi aparat penegak hukum, kesaksian ini bisa menjadi bahan pertimbangan penting dalam menentukan arah putusan. Publik berharap pengadilan mempertimbangkan fakta di lapangan dan keterangan ahli secara objektif agar keputusan yang diambil benar-benar adil bagi semua pihak.

Menunggu Putusan Final dari Majelis Hakim

Sidang kasus patok lahan PT WKM masih akan berlanjut dengan agenda pembacaan tuntutan. Masyarakat menanti bagaimana majelis hakim menilai fakta yang telah terungkap di persidangan. Bila kesaksian ahli kehutanan ini diakui sebagai bukti yang sah, besar kemungkinan Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang akan memperoleh pembelaan yang lebih kuat.

Kasus ini juga diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak yang beroperasi di sekitar kawasan hutan untuk selalu mematuhi prosedur hukum dan administratif agar tidak terseret masalah serupa di kemudian hari. (*)

Sumber: