KPK Ungkap Gubernur Riau Minta Fee Rp7 Miliar Lewat Kadis PUPR, Ancam Mutasi Bila Menolak

KPK Ungkap Gubernur Riau Minta Fee Rp7 Miliar Lewat Kadis PUPR, Ancam Mutasi Bila Menolak

KPK ungkap Gubernur Riau Abdul Wahid minta fee Rp7 miliar dari Kepala UPT lewat Kadis PUPR. Dana disetorkan tiga kali dengan kode “7 batang”. - Ayu Novita - --

RIAU, DISWAY.ID - Kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau kembali menyeruak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya permintaan fee hingga Rp7 miliar dari Gubernur Riau, Abdul Wahid (AW), kepada jajaran Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas PUPR-PKPP. Fee itu diminta melalui Kepala Dinas PUPR Riau, M. Arief Setiawan (MAS).

“MAS yang merepresentasikan Saudara AW meminta fee sebesar 5 persen atau senilai Rp7 miliar,” ungkap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).

Ancaman Mutasi untuk yang Menolak Bayar Fee

Menurut Johanis, Gubernur Riau dan bawahannya tidak hanya meminta uang, tetapi juga memberikan ancaman serius kepada para Kepala UPT yang menolak. Mereka diancam akan dimutasi bahkan dicopot dari jabatannya.

“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di lingkungan Dinas PUPR-PKPP Riau, praktik ini dikenal dengan istilah jatah preman,” jelas Tanak.

KPK menyebut modus seperti ini bukan hal baru di lingkungan pemerintahan daerah. Dalam kasus ini, pola pemerasan dilakukan secara sistematis dan terkoordinasi melalui bawahan yang dipercaya langsung oleh Gubernur.

Fee Disebut dengan Kode “7 Batang”

Johanis juga membeberkan bahwa praktik ini berlangsung dengan kode tertentu agar tidak terendus aparat. Pemberian uang dilakukan dengan istilah “7 batang” yang berarti Rp7 miliar — nominal yang disepakati untuk diserahkan kepada Gubernur Riau.

Setoran pertama berlangsung pada Juni 2025 dengan total Rp1,6 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp1 miliar mengalir ke Abdul Wahid melalui Dani M. Nursalam (DAN), sementara Rp600 juta diberikan kepada kerabat Kadis PUPR, MAS.

Tiga Kali Setoran, Total Rp4,05 Miliar Sudah Diterima

Setelah setoran pertama, pembayaran berlanjut pada Agustus 2025 senilai Rp1,2 miliar. Lalu pada November 2025, Kepala UPT 3 kembali bertugas sebagai pengepul dana dengan total Rp1,25 miliar. Dari jumlah itu, Rp450 juta dikirim melalui MAS dan Rp800 juta diberikan langsung kepada Gubernur Wahid.

“Sehingga total penyerahan pada Juni hingga November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar,” ujar Tanak menjelaskan perkembangan perkara tersebut.

KPK Tahan Tiga Tersangka Selama 20 Hari Pertama

Setelah proses pemeriksaan dan pengumpulan bukti, KPK akhirnya menetapkan tiga orang sebagai tersangka: Abdul Wahid, Muhammad Arief Setiawan, dan Dani M. Nursalam. Ketiganya resmi ditahan pada 4 November 2025 dan akan menjalani penahanan awal selama 20 hari, hingga 23 November 2025.

Adapun Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK, sementara Dani dan Arief menjalani penahanan di Rutan Gedung Merah Putih. KPK memastikan penyidikan masih terus berjalan untuk menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak lain.

Korupsi Berulang di Pemerintahan Daerah Jadi Sorotan

Kasus ini menambah daftar panjang korupsi kepala daerah di Indonesia. Praktik “jatah proyek” seperti yang dilakukan Abdul Wahid memperlihatkan masih kuatnya budaya transaksional dalam pengelolaan proyek infrastruktur daerah. KPK menegaskan akan terus memperkuat pengawasan, khususnya pada sektor Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang rawan penyalahgunaan anggaran.

“KPK akan menindak tegas setiap bentuk penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik. Tidak ada kompromi untuk praktik pemerasan yang merugikan masyarakat dan merusak tata kelola pemerintahan,” tegas Johanis.

Publik Diminta Awasi Proyek Daerah

KPK juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi proyek-proyek pembangunan di daerah, terutama yang menggunakan anggaran publik. Dengan keterlibatan publik dan transparansi data, peluang terjadinya pemerasan maupun manipulasi proyek bisa ditekan.

Sumber: