Migrant CARE Kritik Istilah 'Ekspor Tenaga Kerja' yang Digunakan Kemendag

Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo - ANTARA ---
RIAU.DISWAY.ID – Sebuah surat resmi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menyebut istilah "ekspor tenaga kerja" viral di media sosial. Migrant CARE mengecam keras penggunaan istilah tersebut dan menuding negara telah terlibat dalam praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) secara resmi.
Apa yang Terjadi?
Surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag tertanggal 8 Juli 2025 itu ditujukan kepada KBRI Berlin, Jerman. Dalam surat tersebut, Kemendag menyebut akan melakukan misi dagang ke Eropa pada 21–22 Agustus 2025 sebagai upaya meningkatkan "ekspor perdagangan jasa, khususnya sektor tenaga kerja terampil Indonesia ke pasar internasional."
Surat ini kemudian menjadi sorotan setelah tersebar luas di WhatsApp dan media sosial lainnya. Penggunaan istilah ekspor dalam konteks tenaga kerja dianggap menyamakan manusia dengan barang atau komoditas yang diperdagangkan.
Siapa yang Bereaksi?
Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo, menjadi pihak yang paling vokal menyuarakan protes. Ia menyebut penggunaan istilah ekspor tenaga kerja sebagai bentuk baru komodifikasi pekerja migran dan menuding negara telah menjadi pelaku resmi perdagangan manusia alias trafficking by state.
"Kita masuk ke era komodifikasi pekerja migran Indonesia. Negara telah jadi pelaku human trafficking. Memalukan dan menyedihkan," ujar Wahyu dalam keterangannya kepada media, Kamis (17/7/2025).
Mengapa Istilah Ini Dinilai Bermasalah?
Menurut Wahyu, penggunaan istilah ekspor mencerminkan rendahnya pemahaman Kemendag terhadap perlindungan hak-hak Pekerja Migran Indonesia (PMI). Ia menilai hal ini menandakan bahwa penempatan PMI hanya dilihat dari sisi bisnis semata, bukan dari perspektif hak asasi manusia.
Indonesia sendiri merupakan negara pihak dalam Konvensi PBB tentang Perlindungan Hak-hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang telah diratifikasi melalui UU No. 6 Tahun 2012. Oleh karena itu, penggunaan istilah yang tidak pantas berpotensi menciderai komitmen tersebut.
Apa Tuntutan Migrant CARE?
Migrant CARE mendesak agar Kemendag dan Kementerian P2MI segera meminta maaf secara terbuka kepada publik. Wahyu juga meminta agar nomenklatur “ekspor tenaga kerja” diganti dan tidak lagi digunakan untuk merujuk pada penempatan pekerja migran ke luar negeri.
"PMI bukan barang dagangan. Mereka adalah warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dan berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional," tegas Wahyu.
Ia juga menambahkan bahwa misi dagang ke Jerman sebaiknya tidak melibatkan agenda penempatan pekerja migran sebelum skema perlindungan yang memadai benar-benar dirumuskan dan dijalankan.
Apa Dampaknya bagi Pemerintah?
Kontroversi ini membuka diskusi luas tentang cara pemerintah memandang dan memperlakukan PMI. Dalam konteks hubungan luar negeri dan perlindungan WNI di luar negeri, istilah yang digunakan oleh lembaga negara sangat penting karena mencerminkan sikap dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan.
Kemendag belum memberikan tanggapan resmi atas kritik tersebut. Namun tekanan publik dan aktivis diperkirakan akan terus meningkat, apalagi menjelang pelaksanaan misi dagang ke Eropa yang disebut dalam surat tersebut.
Penggunaan istilah "ekspor tenaga kerja" oleh Kemendag memicu kritik tajam dari Migrant CARE dan publik. Negara dituding telah turut serta dalam komodifikasi PMI, bertentangan dengan komitmen perlindungan HAM yang telah diratifikasi. Desakan agar Kemendag meminta maaf dan mengubah narasi resmi terus digaungkan. (*)
Sumber: