Implementasi Manajemen Risiko Kunci Sukses Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera

Proyek Jalan Tol Lingkar Pekanbaru (Junction Pekanbaru – Bypass Pekanbaru) - Dok. HK - --
RIAU, DISWAY.ID - Bagaimana pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) mampu berjalan di tengah berbagai tantangan? Jawabannya terletak pada penerapan manajemen risiko yang matang dan inovatif. Proyek infrastruktur berskala nasional ini tak hanya menjadi tulang punggung transportasi di Sumatera, tetapi juga penggerak roda ekonomi regional. Seperti dilaporkan pada 14 Juli 2025, langkah mitigasi risiko menjadi elemen vital agar JTTS tetap on track di tengah dinamika yang kompleks.
Siapa yang Berperan dalam Pembangunan JTTS?
Pembangunan JTTS dijalankan oleh PT Hutama Karya (Persero), perusahaan yang ditunjuk pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 dan disempurnakan lewat Perpres Nomor 42 Tahun 2024. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, menegaskan, infrastruktur seperti JTTS bukan sekadar proyek fisik. Menurutnya, setiap ruas tol harus mampu membuka potensi ekonomi baru dan memperkuat ekosistem logistik nasional. Ini ditegaskan saat membuka International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta.
Executive Vice President (EVP) Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Adjib Al Hakim, menyatakan bahwa semangat pembangunan JTTS sejalan dengan visi pemerintah. Infrastruktur, kata Adjib, menciptakan dampak sosial ekonomi yang jauh melampaui sekadar konektivitas. “Keberadaan JTTS mampu menurunkan waktu tempuh, menekan biaya logistik, mempercepat distribusi hasil pertanian dan industri, hingga meningkatkan pendapatan masyarakat hingga 70 persen,” ungkapnya.
Apa Tantangan dalam Pembangunan JTTS?
Tentu, proyek sebesar JTTS tidak lepas dari berbagai tantangan. Hutama Karya menghadapi isu seperti pembebasan lahan yang kerap memakan waktu panjang, serta proses administratif yang kompleks. Proses penerbitan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) hingga Sertifikat Laik Fungsi (SLF) menjadi bagian dari birokrasi yang harus dilalui. Adjib menegaskan, deviasi dari jadwal bukan sekadar soal mundurnya konstruksi, tetapi berdampak pada struktur biaya, beban bunga, dan arus kas proyek.
“Maka dari itu, kami terus memperkuat pendekatan manajemen risiko agar proyek tetap berada dalam batas kelayakan investasi dan tidak membebani keberlanjutan keuangan perusahaan,” jelas Adjib.
Bagaimana Strategi Manajemen Risiko Diterapkan?
Hutama Karya mengimplementasikan berbagai strategi manajemen risiko untuk memastikan kelangsungan JTTS. Salah satunya adalah penyesuaian masa konsesi, yang memungkinkan perusahaan memperoleh waktu pengembalian investasi lebih panjang. Selain itu, perusahaan memanfaatkan kombinasi instrumen pendanaan, termasuk Penyertaan Modal Negara (PMN), obligasi, pinjaman perbankan, hingga dukungan pemerintah lainnya.
Skema inovatif juga diterapkan, seperti Pembayaran Berkala Berbasis Layanan (PBBL). Skema ini memberi kepastian pembayaran kepada badan usaha berdasarkan kinerja proyek. Dengan begitu, risiko ketidakcapaian target lalu lintas harian dapat ditekan, sekaligus menciptakan efisiensi anggaran pemerintah.
“Kami juga mengadopsi teknologi digital untuk memantau progres konstruksi secara real-time. Ini membantu mempercepat pekerjaan dan meminimalkan risiko deviasi waktu,” imbuh Adjib.
Mengapa Kajian Risiko Sangat Penting?
Hutama Karya secara konsisten melakukan kajian risiko pada setiap ruas tol. Kajian ini mencakup analisis sensitivitas biaya, evaluasi dampak keterlambatan, serta studi kelayakan finansial. Hasil kajian menjadi dasar pengambilan keputusan strategis perusahaan agar mampu bergerak cepat dan akurat dalam menghadapi dinamika proyek.
“Kami ingin memastikan setiap keputusan berbasis data dan akuntabel. Stress testing dan skenario perencanaan juga rutin kami lakukan agar perusahaan siap menghadapi perubahan eksternal, baik dari sisi politik, ekonomi, hingga fluktuasi harga material konstruksi,” kata Adjib.
Hingga Di Mana Pembangunan JTTS Sudah Berjalan?
Saat ini, Hutama Karya telah membangun JTTS sepanjang ±1.235 km. Ruas-ruas yang sudah beroperasi penuh antara lain:
- Tol Bakauheni – Terbanggi Besar (140 km)
- Tol Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (189 km)
- Tol Palembang – Indralaya (22 km)
- Tol Indralaya – Prabumulih (64 km)
- Tol Betung – Jambi Seksi 3 (Bayung Lencir – Tempino) (33,6 km)
- Tol Bengkulu – Taba Penanjung (16,725 km)
- Tol Pekanbaru – Dumai (132 km)
- Tol Medan – Binjai (17 km)
- Tol Binjai – Langsa Seksi Binjai – Pangkalan Brandan (58 km)
- Tol Pekanbaru – XIII Koto Kampar (55,4 km)
- Tol Padang – Sicincin (35,45 km)
- Tol Indrapura – Kisaran (48 km)
- Tol Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Sinaksak (91 km)
- Tol Sigli – Banda Aceh Seksi 2 – 6 (49 km)
Beberapa ruas lain masih dalam tahap konstruksi. Keberadaan tol ini telah mempercepat distribusi barang, memangkas biaya logistik, serta meningkatkan daya saing wilayah Sumatera di kancah nasional maupun internasional.
Apa Dampak Positif JTTS bagi Ekonomi dan Masyarakat?
Pembangunan JTTS membawa dampak sosial ekonomi signifikan. Selain menekan waktu tempuh dan biaya transportasi, tol ini mendukung distribusi hasil pertanian dan industri lebih cepat ke pasar. Dampaknya, perekonomian lokal pun ikut bergerak, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat hingga 70 persen di sejumlah wilayah.
Tak hanya itu, JTTS menjadi motor pengungkit pertumbuhan ekonomi regional serta memperkuat daya saing nasional. Hutama Karya menegaskan, implementasi manajemen risiko yang matang adalah kunci menjaga proyek tetap berjalan efektif dan bertanggung jawab.
Sumber: