Hilirisasi Jadi Kunci Kemandirian Ekonomi, Bahlil: Stop Ekspor Mentah, Saatnya Bangun Nilai Tambah!

Hilirisasi Jadi Kunci Kemandirian Ekonomi, Bahlil: Stop Ekspor Mentah, Saatnya Bangun Nilai Tambah!

Bahlil Lahadalia tegaskan hilirisasi jadi kunci kemandirian ekonomi. Pemerintah dorong nilai tambah SDA demi lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat.--

RIAU, DISWAY.ID - Pemerintah semakin gencar mendorong hilirisasi sumber daya alam (SDA) sebagai langkah strategis menuju kemandirian ekonomi nasional. Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa hilirisasi bukan sekadar kebijakan industri, melainkan pondasi penting untuk menciptakan lapangan kerja dan pemerataan kesejahteraan di seluruh daerah.

“Tidak ada negara di dunia yang memiliki sumber daya alam melimpah, kemudian menjadi negara maju tanpa menjalankan hilirisasi dan industrialisasi,” ujar Bahlil dalam acara Minerba Convex 2025 di Jakarta, yang disiarkan melalui kanal YouTube Ditjen Minerba TV, Rabu (15/10/2025).

Hilirisasi Dorong Nilai Tambah Ekonomi

Bahlil menjelaskan, kebijakan hilirisasi terbukti memberikan dampak besar bagi ekonomi nasional. Meski kebijakan ini kerap menghadapi tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri, hasilnya mulai terlihat nyata. Ia mencontohkan sektor nikel yang menjadi pionir kebijakan hilirisasi Indonesia.

Pada 2017–2018, ekspor bijih nikel Indonesia hanya mencapai 3,3 miliar dolar AS. Namun setelah pemerintah menghentikan ekspor bahan mentah dan mulai membangun industri pengolahan dalam negeri, nilai ekspor pada 2023–2024 melonjak drastis menjadi 35–40 miliar dolar AS. Lonjakan tersebut mencerminkan transformasi besar dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis nilai tambah.

“Dengan hilirisasi nikel, pemerintah hadir membangun roadmap pengelolaan SDA yang menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Bahlil. “Ini baru dari sektor nikel, ke depan kita bangun juga ekosistem baterai kendaraan listrik. Hilirisasi adalah kata kunci untuk menciptakan lapangan kerja,” tegasnya.

Investasi Smelter Freeport Jadi Contoh Nyata

Bahlil juga menyoroti proyek pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, sebagai contoh konkret hilirisasi yang berhasil. Proyek tersebut menelan investasi hingga 3 miliar dolar AS dan kini menjadi salah satu fasilitas pengolahan tembaga terbesar di dunia.

“Dari 3 juta ton konsentrat, smelter Freeport mampu menghasilkan 50–60 ton emas. Ini bukti nyata bahwa pengolahan di dalam negeri memberikan nilai tambah signifikan,” ungkap Bahlil.

Prioritas untuk UMKM dan BUMD Daerah

Menurut Bahlil, hilirisasi tidak boleh hanya menguntungkan investor besar. Pemerintah ingin memastikan bahwa masyarakat lokal juga mendapatkan manfaat langsung dari pengelolaan SDA. Karena itu, revisi Undang-Undang Minerba kini memberi prioritas izin usaha pertambangan (IUP) kepada pelaku UMKM, koperasi, dan BUMD daerah.

Langkah ini diharapkan dapat menciptakan pemerataan ekonomi dan memberikan kesempatan bagi masyarakat daerah untuk menjadi tuan di tanah sendiri.

Berhenti Ulangi Pola Lama

Bahlil menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh lagi mengulangi pola lama yang merugikan bangsa. Ia mengingatkan kembali pada masa penjajahan VOC, ketika kekayaan alam Indonesia diambil mentah-mentah dan diolah di luar negeri, lalu dijual kembali dengan harga tinggi kepada rakyat Indonesia.

“Dulu di zaman VOC, mereka mengambil barang mentah kita, dibawa ke luar negeri, diolah di sana, lalu dijual kembali ke kita. Masak cara-cara lama mau dipakai lagi sekarang? Saya katakan, stop. Kita harus mulai lembaran baru demi kebaikan rakyat dan bangsa,” tegasnya.

Hilirisasi Sebagai Pilar Ekonomi Masa Depan

Dengan komitmen pemerintah memperluas hilirisasi ke berbagai sektor, mulai dari pertambangan hingga energi hijau, arah pembangunan ekonomi Indonesia dinilai semakin jelas. Fokus pada nilai tambah dan kemandirian industri diyakini mampu membawa Indonesia naik kelas menuju negara maju yang berdaulat secara ekonomi.

Langkah hilirisasi ini juga sejalan dengan visi jangka panjang Indonesia untuk mencapai pertumbuhan inklusif, menciptakan lapangan kerja berkualitas, serta mengurangi ketimpangan antarwilayah. (*)

Sumber: