Inflasi Riau Sentuh 5,08 Persen pada September 2025, Didorong Kenaikan Harga Pangan

Inflasi Riau Sentuh 5,08 Persen pada September 2025, Didorong Kenaikan Harga Pangan

Pedagang cabai merah menjajakan dagangannya di pasar - Mediacenter.riau ---

RIAU, DISWAY.ID - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau mencatat inflasi year on year (y-on-y) sebesar 5,08 persen pada September 2025. Indeks Harga Konsumen (IHK) juga meningkat hingga mencapai 111,17. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh naiknya harga pada kelompok makanan, minuman, tembakau, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.

Kenaikan Harga di Delapan Kelompok Pengeluaran

Kepala BPS Provinsi Riau, Asep Riyadi, menjelaskan bahwa inflasi terjadi karena dorongan harga pada delapan kelompok pengeluaran utama. “Inflasi year on year di Riau mencapai 5,08 persen karena adanya kenaikan harga di beberapa kelompok pengeluaran seperti perawatan pribadi dan jasa lainnya yang naik 11,02 persen, serta makanan, minuman, dan tembakau yang meningkat 10,79 persen,” ujar Asep Riyadi, Selasa (7/10/2025).

Berdasarkan data BPS, inflasi tertinggi terjadi di Tembilahan sebesar 6,43 persen dengan IHK 111,07. Sementara itu, inflasi terendah tercatat di Pekanbaru sebesar 4,63 persen dengan IHK 110,40. “Tekanan harga di Tembilahan cukup tinggi karena pengaruh distribusi barang dan biaya logistik, terutama pada komoditas pangan seperti cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras,” jelas Asep.

Tren Inflasi Bulanan dan Tahunan Berjalan

Secara bulanan (month to month/m-to-m), Provinsi Riau mengalami inflasi sebesar 1,11 persen. Sedangkan secara tahunan berjalan (year to date/y-to-d), inflasi Riau tercatat mencapai 3,92 persen. Berdasarkan pemantauan harga di empat kabupaten/kota, inflasi tahunan disebabkan oleh kenaikan harga pada delapan kelompok pengeluaran utama.

Kelompok dengan Kenaikan Harga Signifikan

Selain kelompok perawatan pribadi dan makanan, beberapa sektor lain juga mengalami kenaikan. Pendidikan naik 4,59 persen, penyediaan makanan dan minuman/restoran 2,97 persen, kesehatan 2,33 persen, pakaian dan alas kaki 1,96 persen, serta perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga 0,90 persen. Sementara kelompok transportasi mencatat kenaikan 0,76 persen.

Kelompok yang Alami Deflasi

Tiga kelompok pengeluaran justru mengalami penurunan harga atau deflasi, yaitu perlengkapan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,70 persen, rekreasi, olahraga dan budaya 0,41 persen, serta informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,19 persen.

Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi

Beberapa komoditas yang paling berpengaruh terhadap inflasi tahunan antara lain cabai merah, emas perhiasan, bawang merah, daging ayam ras, ayam hidup, beras, minyak goreng, dan sigaret kretek mesin. Di sisi lain, komoditas yang memberikan andil terhadap deflasi meliputi kentang, bawang putih, ikan nila, bensin, telepon seluler, dan angkutan udara.

Untuk inflasi bulanan (m-to-m), komoditas penyumbang terbesar antara lain cabai merah, emas perhiasan, ayam hidup, dan jeruk. Sementara itu, bawang merah, buncis, ketimun, dan kentang menjadi komoditas yang menekan inflasi bulanan.

Tekanan Inflasi Masih Kuat, Perlu Koordinasi TPID

Asep menuturkan bahwa tekanan inflasi pada September 2025 masih cukup kuat, terutama karena permintaan masyarakat meningkat di tengah pasokan pangan yang belum sepenuhnya stabil. “Faktor cuaca dan distribusi masih memengaruhi pasokan sejumlah bahan pokok di pasar. Untuk menekan inflasi ke depan, koordinasi antardaerah dan peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga stabilitas harga pangan,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa inflasi di Riau masih perlu diwaspadai meski berada dalam tren moderat. “Kita tetap perlu berhati-hati terhadap komoditas bergejolak seperti cabai, bawang, dan daging ayam yang sensitif terhadap perubahan pasokan,” tegas Asep. (*)

 

Sumber: