RIAU.DISWAY.ID - Laporan Keuangan Pemprov Riau kembali jadi sorotan. Kamu mungkin bertanya, bagaimana mungkin anggaran sebesar itu justru menimbulkan utang dan kelebihan pembayaran? Hari ini, 3 Juni 2025, publik akhirnya mendapat penjelasan detail dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Utang Rp1,76 Triliun dan Temuan Serius BPK
Laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Riau tahun anggaran 2024 mengungkapkan sejumlah temuan signifikan. Salah satu yang paling menonjol adalah beban utang senilai Rp1,76 triliun yang belum terselesaikan. Temuan ini disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Riau pada Senin, 2 Juni 2025, yang dipimpin Ketua DPRD Kaderismanto dan dihadiri Gubernur Abdul Wahid.
Direktur Jenderal Pemeriksaan Keuangan Negara II BPK RI, Nelson Ambarita, menjelaskan bahwa Pemprov Riau hanya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Menurut Nelson, opini ini merupakan penurunan dari tahun sebelumnya dan mencerminkan sejumlah kelemahan serius dalam pengelolaan keuangan daerah.
Pengelolaan Kas dan Belanja Masih Bermasalah
Seperti dikutip dari pernyataan Nelson, beberapa faktor penyebab penurunan opini antara lain adalah pengelolaan kas yang belum optimal, belanja tidak terkendali, dan buruknya manajemen utang. Utang jangka pendek dari tahun sebelumnya masih membebani, termasuk utang pihak ketiga sebesar Rp40,81 miliar dan utang belanja mencapai Rp1,76 triliun.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan penggunaan dana pihak ketiga (PFK) senilai Rp39,22 miliar yang tidak sesuai aturan. Bahkan, ada ketekoran kas di Sekretariat DPRD Riau senilai Rp3,33 miliar yang berpotensi menimbulkan kerugian daerah.
Kelebihan Pembayaran Perjalanan Dinas Hampir Rp17 Miliar
Masalah lain yang mencolok adalah pertanggungjawaban perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan. Hasil audit menunjukkan kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas hingga Rp16,98 miliar. Seperti dilansir dalam laporan tersebut, ditemukan pelaporan ganda, bukti tidak valid, serta ketidaksesuaian antara pelaksanaan dan dokumen pendukung.
Laporan Keuangan Pemprov Riau dinilai belum sepenuhnya memenuhi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan masih mengandung unsur ketidakpatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Gubernur Riau Janji Perbaiki Sistem Keuangan Daerah
Menanggapi hasil audit ini, Gubernur Riau Abdul Wahid mengakui adanya penurunan opini dari WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) menjadi WDP. Ia menyebut bahwa penundaan pembayaran Rp1,7 triliun menjadi faktor utama. Gubernur juga berjanji akan menindaklanjuti temuan BPK dan memperbaiki sistem pengelolaan keuangan secara menyeluruh.
“Kami akan menyesuaikan sistem agar lebih akuntabel dan transparan ke depannya,” ujar Wahid di hadapan anggota DPRD.
Perlu Pengawasan dan Reformasi Anggaran yang Lebih Ketat
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi publik bahwa pengawasan anggaran perlu diperkuat, baik dari sisi internal maupun eksternal. Laporan Keuangan Pemprov Riau yang semestinya menjadi dasar akuntabilitas, justru menunjukkan adanya kelemahan mendasar dalam tata kelola keuangan daerah.
Laporan Keuangan Jadi Cermin Tata Kelola Daerah
Laporan Keuangan Pemprov Riau 2024 menegaskan perlunya reformasi dalam manajemen fiskal. Dengan transparansi, komitmen dari pimpinan daerah, serta pengawasan melekat dari legislatif dan masyarakat, peluang perbaikan masih terbuka lebar. Jika tidak ditangani serius, ketidakberesan ini bisa terus menggerus kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah daerah. (*)