Repo Surat Utang SMF Jadi Game Changer Baru BI untuk Dorong Likuiditas & Akselerasi Pembiayaan Perumahan
SMF resmi menjadi penerbit surat utang pertama yang bisa digunakan sebagai underlying Repo BI, memperkuat likuiditas dan pembiayaan perumahan nasional.--
RIAU, DISWAY.ID - Surat Utang SMF resmi masuk instrumen Repo BI dan membuka akses likuiditas lebih besar bagi perbankan serta sektor perumahan.
SMF Perkenalkan Surat Utang yang Kini Eligible untuk Repo BI
PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF kembali menarik perhatian pasar keuangan setelah memperkenalkan Surat Utang SMF sebagai instrumen yang kini eligible menjadi underlying dalam transaksi Repurchase Agreement (Repo) Bank Indonesia. Langkah ini bukan hanya pencapaian korporasi, tetapi menjadi momentum penting untuk menguatkan sinergi kebijakan fiskal dan moneter dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Peluncuran pada 20 November 2025 ini langsung membuka ruang baru bagi perbankan untuk mengakses likuiditas yang lebih luas. Pasar memandang langkah BI dan SMF ini sebagai terobosan yang mempercepat fungsi intermediasi dan transmisi kebijakan moneter.
Likuiditas Menguat, Pembiayaan Perumahan Ikut Melaju
SMF memegang mandat penting sebagai Special Mission Vehicle Kementerian Keuangan, utamanya dalam memperkuat pembiayaan perumahan melalui program KPR FLPP. Dengan pendanaan PMN sebesar Rp11,22 triliun, SMF berhasil membuat leverage hingga Rp29,93 triliun untuk FLPP per 30 September 2025. Selain itu, program mikro perumahan griya tunas juga ikut berjalan demi mendukung target nasional 3 juta rumah.
Pemilihan Surat Utang SMF sebagai underlying repo BI dilakukan berdasarkan kriteria ketat, mulai dari outstanding besar, kepemilikan perbankan, rating idAAA, likuiditas yang kuat, hingga status HQLA (High Quality Liquid Assets). Kombinasi tersebut membuat Surat Utang SMF menjadi instrumen strategis dalam memperkuat stabilitas keuangan.
Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo, menegaskan bahwa penetapan ini membuktikan sinergi konkret antara kebijakan fiskal dan moneter. Ia menilai ekosistem likuiditas akan makin kuat sehingga mendorong sektor produktif seperti perumahan yang memiliki multiplier effect besar.
Repo BI Kini Jadi Instrumen Likuiditas yang Makin Dilirik
Bank Indonesia meresmikan Surat Utang SMF sebagai underlying repo pada 10 November 2025. Langkah ini selaras dengan mandat UU PPSK yang menekankan stabilitas nilai rupiah, sistem pembayaran, dan sistem keuangan.
Deputi Senior BI, Destry Damayanti, menjelaskan bahwa instrumen repo di banyak negara telah menjadi elemen kunci dalam pengelolaan likuiditas. Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar, dan tren pertumbuhannya terlihat signifikan: transaksi repo naik dari Rp509 miliar pada 2020 menjadi Rp17,5 triliun pada 2025.
Dengan masuknya obligasi dan sukuk korporasi SMF sebagai underlying, pasar memiliki peluang besar untuk menghidupkan pasar sekunder. Bagi perbankan dan Dealer Utama PUVA, ini menjadi angin segar untuk memperkuat portofolio dan akses likuiditas.
Destry juga menyampaikan bahwa implementasi kebijakan ini merupakan kolaborasi lintas lembaga—BI, Kemenkeu, OJK, KSEI, APUVINDO, dan SMF—yang bersama-sama membentuk fondasi stabilitas dan pendalaman pasar uang nasional.
SMF Tumbuh Pesat, Jadi Penerbit Obligasi Top 3 Nasional
Hingga September 2025, SMF telah menerbitkan surat utang sebanyak 73 kali dengan total nilai Rp74,87 triliun. Data KSEI pada Oktober 2025 mencatat bahwa SMF kini menjadi penerbit surat utang terbesar ketiga di Indonesia, sekaligus emiten ber-rating AAA terbesar kedua dengan outstanding Rp25,38 triliun.
Kinerja ini memperlihatkan besarnya kepercayaan pasar terhadap SMF. Stabilitas aset dan likuiditas yang kuat menjadi fondasi penting bagi pemerintah untuk memperluas akses pembiayaan perumahan yang lebih terjangkau bagi masyarakat.
Kemenkeu: Sektor Perumahan Harus Jadi Penggerak Ekonomi
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menegaskan bahwa sektor perumahan memiliki multiplier effect besar bagi perekonomian. Oleh sebab itu, APBN memberi prioritas pada sektor ini, khususnya lewat pembiayaan rumah bersubsidi.
Menurutnya, likuiditas dari APBN perlu dikombinasikan dengan likuiditas dari pasar dan pemilik modal lainnya. Dengan obligasi SMF yang kini dapat direpokan, ia optimistis ekosistem pendanaan perumahan akan tumbuh lebih besar dan lebih cepat.
Sumber: