Skandal Perambahan Hutan Tesso Nilo: 200 Surat Hibah Palsu, Lahan Dijual hingga Rp10 Juta

Skandal Perambahan Hutan Tesso Nilo: 200 Surat Hibah Palsu, Lahan Dijual hingga Rp10 Juta

Konferensi Pers penanganan TNTN oleh Polda Riau (Dok. Polda Riau)--

RIAU.DISWAY.ID - Skandal perambahan hutan kembali mencuat, kali ini menimpa kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau. Seorang pelaku bernama JS alias Batin Adat ditangkap usai kedapatan menerbitkan lebih dari 200 surat hibah palsu di dalam kawasan hutan lindung tersebut. Tak tanggung-tanggung, ratusan hektare lahan pun diperdagangkan secara ilegal dengan harga Rp5 juta hingga Rp10 juta per bidang.

"Saya berbicara mewakili Domang dan Tari, gajah-gajah yang terusir, yang tak bisa membuat petisi, tak bisa menyuarakan ketidakadilan. Tapi saya bisa dan saya akan," tegas Kapolda Riau, Irjen Hery Heryawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/6/2025).

Menurut informasi resmi dari Polda Riau, lahan yang dijual merupakan bagian dari habitat asli gajah Sumatra dan sejumlah satwa langka lainnya. Aksi ilegal ini diduga kuat menggunakan dokumen hibah fiktif yang dilengkapi dengan cap adat dan peta wilayah yang sudah dimanipulasi.

“Bukti berupa cap adat, surat pengukuhan, dan peta wilayah telah kami amankan sebagai bagian dari proses penyidikan,” jelas Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan.

JS kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun polisi membuka kemungkinan adanya aktor-aktor lain yang terlibat, termasuk pihak-pihak yang menerima manfaat dari jual beli lahan ilegal di kawasan konservasi tersebut.

“Tindakan ini bukan hanya merusak hukum, tapi juga menghancurkan habitat satwa langka yang jadi bagian dari kekayaan hayati kita,” tambah Ade.

Polda Riau menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat adat, aparat penegak hukum, hingga masyarakat umum untuk melindungi kawasan Tesso Nilo dari kepunahan dan eksploitasi ilegal. Aksi tegas ini juga sekaligus jadi peringatan bahwa hukum tidak boleh kalah oleh praktik manipulatif yang mengatasnamakan budaya atau adat.

TNTN sendiri merupakan salah satu kawasan konservasi penting di Sumatra yang menjadi habitat utama gajah Sumatra, harimau Sumatra, dan berbagai flora langka. Namun, dalam dua dekade terakhir, wilayah ini terus tergerus oleh aktivitas perambahan, kebakaran, dan alih fungsi lahan ilegal, terutama untuk perkebunan sawit.

“Kami tidak hanya menjaga masyarakat, tapi juga menjaga alam dan ekosistem yang menopang hidup manusia,” tutup Ade Kuncoro Ridwan. (*)

 

 

Sumber: