Gubernur Riau Semprot PHR: Kontribusi Migas Dinilai Tak Berdampak ke Ekonomi Daerah

Gubernur Riau Abdul Wahid--
RIAU, DISWAY.ID – Gubernur Riau Abdul Wahid menyuarakan kekecewaannya terhadap kinerja sektor minyak dan gas (migas) yang dinilai tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam pertemuan dengan jajaran direksi Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan SKK Migas Sumbagut di Jakarta, Wahid menilai bahwa kontribusi migas bahkan memberi dampak negatif terhadap ekonomi Riau pada triwulan II tahun 2025.
Menurut Wahid, pertumbuhan ekonomi Riau hanya mencapai 4,59% pada periode tersebut. Ia menegaskan, tanpa sektor migas, ekonomi daerah seharusnya bisa tumbuh lebih tinggi. “Jika tanpa sektor migas pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh di angka 5,6%, artinya ada tata kelola yang salah,” ujarnya, Senin (20/10/2025).
Wahid juga menyoroti transparansi PHR terkait pengelolaan investasi dan hasil produksi migas. Ia mengaku kecewa karena Riau hanya menerima dana Partisipasi Interes (PI) sebesar USD 1 per bulan sejak Januari 2025. “PI 10% hanya kita terima 1 dolar sejak Januari lalu, jadi libatkan kami untuk melihat progresnya,” tegasnya.
Investasi Dinilai Tak Libatkan Pengusaha Lokal
Gubernur Wahid menduga rendahnya dampak migas terhadap perekonomian Riau disebabkan oleh minimnya keterlibatan pelaku usaha lokal dalam proyek-proyek PHR. “Saya menduga investasi besar yang dilakukan PHR tidak banyak melibatkan perusahaan lokal,” katanya.
Ia menilai bahwa apabila proyek migas lebih banyak mengandalkan kontraktor dari luar daerah, maka efek ganda terhadap ekonomi lokal menjadi kecil. Padahal, menurut Wahid, sektor lain seperti perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri, serta jasa dan perdagangan justru menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Riau.
“Ketika sektor migas tidak memberikan dampak signifikan, sementara sektor lain tumbuh positif, artinya kita perlu evaluasi besar-besaran,” ujar Wahid menegaskan.
PHR Beberkan Tantangan Operasional
Menanggapi kritik tersebut, Direktur Utama PHR Ruby Mulyawan menjelaskan bahwa kinerja migas Riau dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal. Ia menyebut, beban biaya insentif progressive split sebesar 10% dan tingginya biaya investasi proyek Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) menjadi tantangan besar bagi perusahaan.
“Beban kami meningkat karena biaya insentif progressive split dan investasi CEOR untuk menjaga lifting tetap inline, sementara harga minyak dunia terus turun. Kondisi ini menyebabkan posisi keuangan kami negatif,” kata Ruby.
Meski demikian, Ruby menegaskan bahwa PHR tetap berkomitmen terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Ia mengklaim, perusahaan telah melibatkan pelaku usaha lokal melalui lebih dari 200 kontrak kerja sama di berbagai sektor. “Kami terus berusaha memperluas kolaborasi dengan pengusaha lokal agar manfaat ekonomi dapat dirasakan langsung masyarakat,” ujarnya.
SKK Migas Dorong Sinergi dengan Pemda
Sementara itu, perwakilan SKK Migas Sumbagut, C.W. Wicaksono, menyambut baik dialog terbuka antara pemerintah daerah, SKK Migas, dan PHR. Ia menilai pertemuan tersebut menjadi langkah penting untuk memperkuat sinergi dan memperbaiki tata kelola investasi migas di Riau.
“Kami memahami keinginan Pemprov Riau untuk transparansi data. Dalam pertemuan selanjutnya, kami akan membuka data progres untuk memastikan semua pihak memiliki pandangan yang sama,” kata Wicaksono.
Pemprov Riau Minta Revisi Perjanjian PI 10%
Sekretaris Daerah Riau, Syahrial Abdi, turut menyoroti klausul dalam perjanjian Partisipasi Interes (PI) 10% yang dianggap memberatkan daerah. Ia berharap ada ruang revisi terhadap akta peralihan antara BUMD penerima PI dan PHR.
“Kalau PHR bisa mengajukan amandemen terhadap share kontrak kerja sama, daerah pun seharusnya bisa melakukan hal yang sama. Kita ingin perjanjian ini lebih adil,” ujar Syahrial.
Pemerintah Provinsi Riau berharap, pertemuan dengan SKK Migas dan PHR tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga menghasilkan langkah konkret untuk memperkuat peran daerah dalam pengelolaan sumber daya migas. Transparansi, keterlibatan lokal, dan tata kelola yang sehat disebut menjadi kunci agar potensi migas benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat Riau. - Abdullah Sani -
Sumber: