Danantara tengah membuktikan dirinya di kancah internasional. Sebagai sovereign wealth fund (SWF) milik Indonesia, entitas ini diyakini punya potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam investasi global—bahkan diperkirakan bisa melampaui Temasek Holdings dari Singapura dan Khazanah Nasional dari Malaysia dalam beberapa tahun mendatang.
OPTIMISME terhadap Danantara Indonesia tengah menggelora. Bukan hanya dari pemerintah atau pembuat kebijakan, namun juga dari para analis pasar dan pakar ekonomi. Lembaga baru ini dipercaya memiliki prospek masa depan yang sangat menjanjikan dan bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.
Danantara, atau secara resmi bernama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, saat ini mengelola aset negara bernilai fantastis: Rp14.715 triliun. Mandat besar dari Presiden Prabowo Subianto adalah untuk menyatukan dan mengoptimalkan seluruh aset BUMN demi mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Ambisi Mengonsolidasikan BUMN
Danantara mengemban tugas besar: menyatukan 844 BUMN, termasuk anak dan cucu usahanya, dalam satu ekosistem yang efisien dan kompetitif. Di bawah naungan lembaga ini terdapat perusahaan-perusahaan raksasa seperti Bank Mandiri, Pertamina, dan Telkom Indonesia.
Menurut Muhammad Wafi, Kepala Riset Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Danantara memiliki potensi yang bisa melampaui lembaga sejenis seperti Temasek dari Singapura dan Khazanah Nasional dari Malaysia.
"Aset Danantara sebagian besar berasal dari sektor strategis dan publik, yang tentunya memiliki nilai ekonomi dan daya tarik luar biasa bagi investor global," jelasnya.
Restrukturisasi BUMN Amburadul
Wafi juga menyoroti kondisi banyak BUMN yang menurutnya "amburadul". Banyak perusahaan pelat merah masih belum optimal dalam pengelolaan aset maupun struktur organisasinya. Danantara diharapkan mampu merapikan tumpang tindih bisnis dan memperkuat sinergi antarlembaga.
Danantara mulai melakukan konsolidasi lewat sub-holding berdasarkan sektor, misalnya pangan dan manufaktur, untuk memangkas duplikasi fungsi serta meningkatkan efisiensi. Selain itu, revitalisasi dilakukan dengan menyuntikkan modal baru, merombak manajemen, dan memperbaiki tata kelola.
"Ini kerja panjang, butuh konsistensi dan dukungan penuh dari pemerintah," tegas Wafi.
Model Bisnis Revolusioner
Berbeda dari pendekatan konservatif Temasek dan Khazanah, Danantara aktif membangun ekosistem baru: membina startup, memberi akses UMKM ke teknologi dan pasar global, serta mengembangkan sektor hijau dan ekonomi digital.
Digitalisasi rantai pasok pertanian dan perikanan yang dilakukan Danantara, misalnya, telah melipatgandakan pendapatan petani dan nelayan. Investasi di sektor pendidikan digital juga menciptakan talenta baru untuk industri 4.0.
Bramantyo Wijaya, Kepala Riset PT Nusantara Kapital Sekuritas, menyebut pendekatan Danantara sebagai “unik dan disruptif”. Menurutnya, Danantara tidak sekadar berinvestasi secara pasif, tapi membangun nilai baru lewat inovasi.
Fondasi Kuat dan Kepemimpinan Profesional
Didirikan pada 24 Februari 2025, Danantara dikomandoi oleh tokoh-tokoh dengan rekam jejak global, seperti Rosan Roeslani (CEO), Pandu Sjahrir (CIO), dan Dony Oskaria (COO). Struktur pengawasan Danantara diperkuat oleh para mantan Presiden RI, tokoh keuangan dunia seperti Ray Dalio, serta lembaga penegak hukum seperti KPK dan PPATK.
Langkah besar lainnya adalah penerapan mekanisme inbreng—pemindahan kepemilikan BUMN ke Danantara yang dilandasi Undang-Undang No.1 Tahun 2025 serta sejumlah peraturan pemerintah. Tujuannya menyatukan visi dan meningkatkan efisiensi aset negara.