Mantan Bupati Pesawaran Ditetapkan Tersangka Korupsi Proyek SPAM Rp8,2 Miliar
Kejati Lampung tetapkan mantan Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona dan empat pejabat lain sebagai tersangka korupsi proyek SPAM senilai Rp8,2 miliar - Alam Islam/Radar Lampung - --
RIAU, DISWAY.ID — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung resmi menetapkan mantan Bupati Pesawaran, Dendi Ramadhona, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) senilai Rp8,2 miliar. Penetapan ini diumumkan langsung oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Armen Wijaya, pada Senin malam (27/10/2025).
Selain Dendi, penyidik juga menetapkan empat tersangka lainnya, masing-masing berinisial ZF, SA, S, dan AL. Mereka diduga terlibat dalam penyalahgunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik bidang air minum serta proyek perluasan jaringan SPAM di Kabupaten Pesawaran.
Modus Penyalahgunaan DAK Fisik Bidang Air Minum
Kasus ini bermula dari usulan DAK Fisik tahun 2021 yang diajukan Pemkab Pesawaran melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) kepada Kementerian PUPR. Dari total usulan Rp10 miliar, pemerintah pusat menyetujui Rp8,2 miliar untuk tahun anggaran 2022.
Namun, proyek tersebut justru dilaksanakan oleh Dinas PUPR Pesawaran, bukan Dinas Perkim sebagaimana rencana awal. Pergeseran pelaksana ini disebut terjadi akibat perubahan struktur organisasi di lingkungan Pemkab Pesawaran. Dinas PUPR kemudian menyusun perencanaan baru yang berbeda dari usulan sebelumnya, sehingga pelaksanaan proyek di lapangan tidak sesuai dengan tujuan awal.
Kondisi tersebut menimbulkan dugaan kerugian keuangan negara karena DAK Fisik yang seharusnya digunakan untuk memperluas akses air bersih tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Armen menegaskan, penyidik menemukan cukup bukti yang menguatkan dugaan adanya penyimpangan.
Peran Para Tersangka dan Dugaan Pinjam Bendera
Dalam kasus ini, ZF menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Pesawaran, sementara Dendi Ramadhona merupakan mantan kepala daerah di kabupaten tersebut. Tiga tersangka lainnya, yakni SA, S, dan AL, diduga menggunakan perusahaan pinjaman untuk mengerjakan proyek tersebut. Praktik pinjam bendera ini menjadi salah satu fokus utama penyidik karena mengindikasikan adanya pengaturan proyek yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Penetapan kelima tersangka tertuang dalam lima surat resmi bernomor TAP-17 hingga TAP-21/L.8/Fd.2/10/2025, tertanggal 27 Oktober 2025. Mereka dijerat dengan dua lapis pasal tindak pidana korupsi, yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tidak menutup kemungkinan kami akan menerapkan pasal tambahan sesuai dengan hasil penyidikan lanjutan,” kata Armen dalam keterangannya.
Kejati Lampung Tahan Lima Tersangka
Untuk memperlancar proses penyidikan, Kejati Lampung menahan seluruh tersangka di dua lokasi berbeda. Sebagian ditempatkan di Rutan Way Hui Bandar Lampung, sementara lainnya ditahan di Rutan Polresta Bandar Lampung selama 20 hari ke depan. Armen menegaskan, langkah ini dilakukan untuk mencegah para tersangka menghilangkan barang bukti.
“Penahanan ini bagian dari strategi agar penyidikan berjalan efektif. Kami ingin memastikan seluruh fakta hukum terungkap secara utuh,” ujarnya.
Kejati Tegaskan Komitmen Pemberantasan Korupsi
Hingga kini, penyidik masih menelusuri aliran dana serta peran masing-masing tersangka dalam proyek miliaran rupiah tersebut. Armen menegaskan, Kejati Lampung berkomitmen menuntaskan kasus ini secara profesional dan transparan tanpa pandang bulu.
“Penegakan hukum harus berjalan demi kepentingan masyarakat dan keuangan negara. Kami tidak akan berhenti sampai semua pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya. - Alam Islam/Radar Lampung -
Sumber: