RIAU, DISWAY.ID - Aroma skandal kembali menyeruak di Riau. Dugaan pungutan liar (pungli) dalam proyek perbaikan jalan menyeret dua pejabat di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Modusnya terbilang terstruktur: perusahaan diminta menyetor sejumlah uang dengan alasan perbaikan fasilitas publik, namun dana itu justru diduga mengalir ke rekening pribadi. Kasus ini langsung memicu sorotan publik karena menyangkut penyalahgunaan kewenangan di tingkat kecamatan dan desa.
Dua nama kini berada di tengah pusaran kasus. Mereka adalah ES, Camat Bonai Darussalam, serta ZL, Kepala Desa Sontang. Keduanya diduga mempraktikkan pungutan dengan embel-embel peningkatan infrastruktur jalan, tetapi tanpa dasar hukum yang jelas.
Polda Riau Mulai Bergerak, Laporan Resmi Sudah Masuk
Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro, memastikan laporan pengaduan masyarakat (dumas) sudah diterima. Ia menegaskan kepolisian akan memproses laporan tersebut secara bertahap, mulai dari pemeriksaan awal hingga pendalaman bukti.
“Baru kami terima kemarin siang dumasnya. Kami pelajari dulu isi suratnya. Tahap awal pihak pelapor dulu kami ambil keterangan,” kata Ade, Kamis (21/11/2025).
Laporan ini dilayangkan oleh organisasi masyarakat (ormas) yang dipimpin Nardo Pasaribu. Mereka mengklaim memiliki bukti lengkap terkait pungutan yang dilakukan dua pejabat tersebut.
Dugaan Modus Pungli: Meminta Setoran dengan Dalih Perbaikan Jalan
Nardo mengungkap dugaan pungli tersebut dilakukan secara sistematis. Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut diminta menyetorkan sejumlah uang. Di atas kertas, kontribusi itu disebut untuk perbaikan jalan. Namun dalam praktiknya, pungutan tersebut dinilai lebih mirip pemerasan karena tidak melalui mekanisme resmi dan tidak mendapat persetujuan publik.
“Dugaan tindakan meminta atau memaksa perusahaan-perusahaan untuk membayar sejumlah uang tertentu. Dalih perbaikan jalan,” ungkap Nardo.
Yang membuat publik terkejut, pungutan itu tidak sebatas lisan. Data yang diserahkan pelapor menunjukkan adanya dokumen notulen rapat yang mencantumkan pungutan tersebut, lengkap dengan tanda tangan dari pihak kecamatan.
Dugaan Dana Mengalir ke Rekening Pribadi
Kasus ini semakin memanas ketika ormas pelapor menemukan indikasi aliran dana menuju rekening pribadi. Dana yang dikumpulkan tidak masuk ke kas desa maupun kas daerah, melainkan diduga ditampung pada rekening pribadi Kepala Desa ZL.
Nardo menegaskan bahwa mekanisme seperti itu jelas menyalahi aturan tata kelola keuangan negara. Tidak ada proses melalui APBD maupun APBDes, dan tidak melibatkan Dinas PU pada tingkat provinsi maupun kabupaten.
“Praktik tersebut diduga tidak melalui mekanisme APBD/APBDes, tidak melibatkan Dinas PU Provinsi/Kabupaten dan tidak memiliki dasar hukum pemungutan retribusi,” tegasnya.
Pelapor kini telah menyerahkan bukti transfer dan notulen rapat sebagai bahan pendalaman penyidik. Dokumen tersebut menjadi salah satu elemen penting untuk mengungkap aliran dana dan siapa saja pihak yang terlibat di dalamnya.
Upaya Konfirmasi Masih Buntu
Sampai artikel ini ditulis, dua pejabat yang diduga terlibat belum memberikan tanggapan. Upaya konfirmasi melalui telepon dan pesan singkat tidak mendapat respons. Sikap diam tersebut semakin memicu spekulasi publik terkait dugaan keterlibatan mereka dalam pungli terstruktur ini.
Kasus pungli seperti ini bukan hanya merugikan keuangan wilayah, tetapi juga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pejabat lokal. Situasi ini sekaligus menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap aktivitas pemerintah di tingkat kecamatan hingga desa, terutama ketika menyangkut realisasi anggaran infrastruktur yang seharusnya berorientasi pada kepentingan publik.
Dengan laporan dan bukti yang telah masuk ke kepolisian, masyarakat kini menanti langkah tegas aparat penegak hukum. Jika terbukti melanggar hukum, kasus ini bisa menjadi contoh penting untuk menertibkan penyalahgunaan kekuasaan di daerah dan memastikan bahwa dana publik tidak diselewengkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. - Abdullah Sani -